Minggu, 04 Maret 2012

Orang Gila Tetap Manusia


Seringkali kita melihat banyak orang gila yang berkeliaran di jalan-jalan. Pernahkah terlintas di benak kita pertanyaan-pertanyaan tentang mereka? Apa yang terjadi pada mereka sampai mereka menjadi gila? Dimana keluarga mereka? Apa yang mereka pikirkan? Mengapa mereka berkeliaran di jalan?  dan berbagai pertanyaan yang lainnya.  Banyak yang seharusnya kita pikirkan tentang mereka. Kesejahteraan mereka serta pengobatan yang layak bagi mereka seharusnya tetap diberikan baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Masyarakat seringkali hanya menganggap mereka sebagai sampah yang tidak berguna padahal mereka tetap adalah manusia yang sedang mengalami gangguan dan membutuhkan bantuan. Gila sendiri dalam dunia psikologi dan kedokteran disebut sebagai schizophrenia. Tetapi tidak semua orang dengan schizophrenia (ODS) adalah gila. Lalu apakah schizophrenia itu sendiri?

Schizophrenia merupakan salah satu gangguan jiwa (psikotik) yang dapat dialami oleh semua orang. Kata schizophrenia digunakan sejak tahun 1911, sebelumnya gangguan ini sudah dikenal sejak jaman Yunani dan Romawi tetapi gangguan ini dianggap sebagai ulah ‘roh jahat’. Sehingga pada jaman dahulu perlakuan yang diberikan kepada penderitanya adalah dipasung dan diasingkan. Gangguan ini ditandai dengan adanya perubahan ataupun ketidaksempurnaan pada fungsi otak sehingga kesadaran seseorang berubah. Mereka mengalami gejala positif (peningkatan sensitivitas, paranoid, halusinasi, dan delusi) dan gejala negatif (menurunnya aktivitas bergerak, menurunnya kemampuan berbicara). Para ahli kejiwaan sampai saat ini belum menemukan secara pasti apa yang menyebabkan terjadinya gangguan ini. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengalami gangguan ini, tetapi memang kemungkinan lebih besar dapat terjadi pada seseorang yang memiliki hereditas yang membawa gangguan ini atau yang serupa. Tetapi, gangguan ini tidak hanya dipengaruhi oleh hereditas melainkan juga oleh faktor psikologis seseorang dan lingkungannya.  Schizophrenia sendiri dibagi menjadi 5 tipe, yaitu:
1.        Paranoid Schizophrenia 
    Ditandai dengan adanya halusinasi dan delusi tetapi tidak ada tanda-tanda disorganisasi pada cara berkomunikasi dan perilakunya.
2.        Disorganized Schizophrenia
      Ditandai dengan adanya ketidakselarasan dalam berkomunikasi atau berbicara dan perilakunya. Individu hampir tidak memiliki emosi untuk ditunjukkan dan emosinya sangat labil tetap tidak katatonik.
3.        Catatonic Schizophrenia  
       Individu dikatakan katatonik jika ia memiliki minimal 2 gejala, antara lain: difficulty moving, resistance to moving, excessive movement, abnormal movements, and/or repeating what others say or do.
4.       Undifferentiated Schizophrenia
     Individu sudah memiliki gejala campuran yang mulai kompleks baik gejala positif maupun negatif dan tidak dapat digolongkan pada tipe di atas.
5.        Residual Schizophrenia
      Individu tidak mengalami gejala positif tetapi adanya peningkatan gejala negatif seperti tidak berbicara, tidak tertarik apapun. 

Gangguan ini sebenarnya sama dengan gangguan yang lain yang dapat disembuhkan ataupun diperkecil gejalanya. Tetapi, sayangnya banyak strereotype atau stigma masyrakat atas schizophrenia ini. Masih banyak kita jumpai bahwa orag gila dianggap terkena ‘roh jahat’. Hal ini menimbulkan konsekuensi yang berat bagi ODS. Mereka akan dipasung dan diasingkan agar tidak mengganggu orang lain dan membuat keonaran. Selain itu, masyarakat menganggap bahwa jika ada keluarga yang mengidap schizophrenia maka hal itu merupkan aib sehingga banyak orang tidak mau menikah dengan seseorang karena takut keturunannya mengidap  schizophrenia juga.Banyak keluarga merasa malu karena seseorang di dalam keluarganya dianggap gila. Oleh karena itu, beberapa orang sengaja menelantarkan atau membuang ODS ke tempat yang bukan daerahnya. Saat ini semakin marak kabar bahwa di beberapa tempat tiba-tiba terdapat orang gila yang berkeliaran di sekitar mereka padahal sebelumnya tidak ada. Seperti yang terjadi di daerah kawasan hutan Maliran Blitar dan di rest area jalur Pantura. Penduduk sekitar mengaku sering melihat kendaraan maupun truk asing melintasi dan berhenti di kawasan tersebut pada malam hari dan tiba-tiba di esok paginya mereka melihat ada beberapa orang gila berkeliaran. Warga sekitar merasa resah karena tidak jarang orang gila tersebut meminta makanan kepada warga sekitar. Selain itu, mereka takut bahwa orag gila tersebut akan bertinda agresif. 

Stigma di dalam masyarakat dan kurangnya partisipasi aktif dari masyarakat maupun pemerintah menyebabkan ODS mengalami diskriminasi. Tidak jarang ODS yang sudah dinyatakan sembuh masih harus merasakan anggapan ‘miring’ tentang diri mereka. Lalu, bagaimanakah sebaiknya penanganan untuk mereka? Terdapat beberapa perlakuan pada orang gila, yaitu:
1.        Isolation
    Seperti yang banyak masyarakat lakukan yaitu mengisolasi dan mengasingkan ODS termasuk juga memasung.
2.        Deinstitutionalization 
       Menempatkan ODS di institusi resmi yang menangani mereka seperti RRSJ dan dinas sosial.
3.        Homelessness
       Perlakuan terhadap orang gila dengan cara obat jalan yaitu dirawat oleh keluarganya sendiri di rumah.
4.        Transinstitutionalization
       Perlakuan terhadap orang gila dengan jalan dibiarkan saja yaitu ditempatkan pada suatu tempat dimana dia bebas menjadi dirinya sendiri (dimana dia tidak akan menyakiti dirinya sendiri dan orang lain serta tidak mengganggu orang lain). Cara ini berangkat dari paham eksistensialisme yaitu setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri.

Menurut pendapat saya, perlakuan-perlakuan di atas kecuali isolation, akan dapat efektif diterapkan tergantung pada tingkat schizophrenia atau parah tidaknya schizophrenia yang dialami. Hal tersebut disesuaikan saja dengan keadaan keluarga dan ODS sendiri. Karena pengobatan yang diberikan kepada ODS juga tidak dapat dibilang murah. Terutama mengingat bahwa kebanyakan ODS harus mengkonsumsi obat selam hidupnya agar schizophren yang ia alami tidak memburuk dan ODS dapat beraktivitas layaknya orang normal. Hal ini juga tidak terlepas dari dukungan keluarga dan masyarakat yang berada di sekitarnya. Mereka membutuhkan orang lain yang menganggapnya normal dan mampu untuk beraktualisasi diri. Selain itu, memang perlu adanya upaya pemerintah dan dibantu oleh masyarakat untuk menertibkan atau menempatkan orang gila terutama yang berada di jalanan agar berada di tempat yang lebih layak. Optimalisasi peran dinas sosial perlu dilakukan agar mereka tetap mendaptkan kesejahteraan hidup. Selain itu, adanya peran masyarakat perlu ditingkatkan untk membantu kehidupan mereka. Seperti yang dapat kita lakukan adalah membantu mengedukasi masyarakat tentang schizophrenia itu sendiri dan menjelaskan kepada masyarakat bahwa gangguan ini dapat diminimalisir. ODS juga memiliki masa depan kecuali memang yang prognosisnya buruk. Selain itu, kita juga dapat membantu ODS untuk mendapatkan kelayakan hidup seperti meminimalisir diskriminasi pada mereka. ODS yang sudah dinyatakan sembuh dapat kembali beraktivitas dan bekerja secara normal. Oleh karena itu, melalui organisasi maupun LSM kita dapat membantu mereka untuk mendapatkan kembali apa yang menjadi hak mereka sesuai dengan kemampuan mereka. 

(Pemateri Arianingsih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar